Selasa, 13 Juli 2010

Menyerahkan Kendali

Mazmur 48:15
“Sesungguhnya inilah Allah, Allah kitalah Dia seterusnya dan untuk selamanya! Dialah yang memimpin kita”


Bacaan: Mazmur 48:2-15
2 Besarlah TUHAN dan sangat terpuji di kota Allah kita!
3 Gunung-Nya yang kudus, yang menjulang permai, adalah kegirangan bagi seluruh bumi; gunung Sion itu, jauh di sebelah utara, kota Raja Besar.
4 Dalam puri-purinya Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai benteng.
5 Sebab lihat, raja-raja datang berkumpul, mereka bersama-sama berjalan maju;
6 demi mereka melihatnya, mereka tercengang-cengang, terkejut, lalu lari kebingungan.
7 Kegentaran menimpa mereka di sana; mereka kesakitan seperti perempuan yang hendak melahirkan.
8 Dengan angin timur Engkau memecahkan kapal-kapal Tarsis.
9 Seperti yang telah kita dengar, demikianlah juga kita lihat, di kota TUHAN semesta alam, di kota Allah kita; Allah menegakkannya untuk selama-lamanya. S e l a
10 Kami mengingat, ya Allah, kasih setia-Mu di dalam bait-Mu.
11 Seperti nama-Mu, ya Allah, demikianlah kemasyhuran-Mu sampai ke ujung bumi; tangan kanan-Mu penuh dengan keadilan.
12 Biarlah gunung Sion bersukacita; biarlah anak-anak perempuan Yehuda bersorak-sorak oleh karena penghukuman-Mu!
13 Kelilingilah Sion dan edarilah dia, hitunglah menaranya,
14 perhatikanlah temboknya, jalanilah puri-purinya, supaya kamu dapat menceriterakannya kepada angkatan yang kemudian:
15 Sesungguhnya inilah Allah, Allah kitalah Dia seterusnya dan untuk selamanya! Dialah yang memimpin kita!



Diceritakan ada seorang gadis kecil yang ayahnya berprofesi sebagai seorang pilot pesawat. Ketika mereka melintasi lautan Atlantik tiba-tiba datanglah badai. Mengetahui cuaca sekitar begitu buruk, awak pesawat pun membangunkan gadis kecil itu dan menyuruhnya mengenakan sabuk pengaman. Gadis kecil tersebut akhirnya terbangun dan membuka matanya. Saat ia melihat kilatan petir di sekeliling pesawat, bertanyalah ia kepada awak kapal yang membangunkannya, “Apakah Ayah memegang kendali?’ Awak pesawat menjawab, “Ya, ayahmu ada di ruang kokpit.” Begitu mendengar jawaban tersebut, gadis kecil itu tersenyum, menutup matanya, dan kembali tidur.
Allah memegang kendali atas hidup kita, namun Dia memberi kita kebebasan untuk menjadi pilot atas diri kita sendiri seperti yang kita inginkan. Masalahnya sekarang adalah waktu kita memegang kendali atas diri kita sendiri, kita sering menabrak sesuatu, seperti halnya seorang pilot yang belum diajarkan cara menerbang, tetapi diberi tanggung jawab memegang kendali pesawat terbang.
Allah mengenal kita. Dia mengetahui kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan kita, dan Dia tahu apa yang terbaik untuk kita. Jika kita bersedia menyerahkan kendali hidup kita kepada-Nya, Dia akan membawa kita ke tempat yang telah dijanjikan-Nya dengan keadaan selamat.

Anda akan merasakan ketenangan di dalam dunia ini bila Tuhan Yesus lah yang menjadi pengendali kehidupan Anda.

Kamis, 08 Juli 2010

Tetap Berkecukupan

I Raja-raja 17:13: “Janganlah takut...buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu.”

Bacaan: I Raja-raja 17:8-16
8 Maka datanglah firman TUHAN kepada Elia:
9 ''Bersiaplah, pergi ke Sarfat yang termasuk wilayah Sidon, dan diamlah di sana. Ketahuilah, Aku telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan.''
10 Sesudah itu ia bersiap, lalu pergi ke Sarfat. Setelah ia sampai ke pintu gerbang kota itu, tampaklah di sana seorang janda sedang mengumpulkan kayu api. Ia berseru kepada perempuan itu, katanya: ''Cobalah ambil bagiku sedikit air dalam kendi, supaya aku minum.''
11 Ketika perempuan itu pergi mengambilnya, ia berseru lagi: ''Cobalah ambil juga bagiku sepotong roti.''
12 Perempuan itu menjawab: ''Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikit pun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati.''
13 Tetapi Elia berkata kepadanya: ''Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang kaukatakan, tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu.
14 Sebab beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itu pun tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi.''
15 Lalu pergilah perempuan itu dan berbuat seperti yang dikatakan Elia; maka perempuan itu dan dia serta anak perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya.
16 Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia.


“Berilah persembahan jika Anda ingin gereja ini tetap berdiri,” Begitulah bunyi kalimat yang ditulis dekat kotak Persembahan di sebuah gereja tua di Eropa.

Memprihantikan bukan? Gereja bersejarah ini kekurangan uang karena anggota gerejanya terus berkurang minggu demi minggu. Hanya segelintir orang tua yang masih berbakti di sana. Generasi mudanya telah pergi. Krisis global yang masih terasa hingga saat ini khususnya di negara-negara Eropa membuat orang-orang disana akan berpikir dua kali apabila memberikan persembahan kepada Tuhan.

Pada masa keuangan sedang seret seperti ini adalah wajar jika orang membuat skala prioritas. Yang dianggap penting didahulukan, yang lain terpaksa diabaikan. Begitulah kira-kira juga pemikiran Janda Sarfat saat Nabi Elia meminta dibuatkan roti.

Mulanya ia menolak permintaan sang nabi karena tepung miliknya tinggal segenggam lagi dan itu akan dibuat bagi dirinya dan kedua anaknya. Dalam pandangan Janda Sarfat, inilah prioritas pertama. Namun, Elia memberinya janji ilahi: “jika sang janda berani membalik prioritasnya, yakni mendahulukan pemberian untuk sang hamba Tuhan, tepung itu tak akan habis.”

Janji ini tampaknya tak masuk akal, tetapi sang janda mengimani. Mukjizat pun terjadi. Ia bisa memberi, tetapi tetap berkecukupan.

Kisah Alkitab diatas berbicara tentang pemeliharaan Allah. Hidup matinya kita tidak melulu bergantung pada apa yang kita miliki, tetapi pada apa yang Tuhan beri. “Carilah dahulu kerajaan Allah dan kehendak-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Matius 6:33). Jika Tuhan ditempatkan sebagai prioritas pertama, masakan Dia menempatkan kita di tempat terakhir-Nya? Jadi meski zaman ini tampak begitu sulit, jangan sampai kehilangan kemurahan hati.

Jika Tuhan didahulukan, jangan khawatir akan apa yang kita perlukan.